Saturday, 7 June 2014

makalah FARMAKOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

FARMAKOLOGI
SISTEM.PERKEMIHAN
O
L
E
H
BAWENDU SURIANTI.YULIANA
HERDI YOHANIS KOMALING
MOTIS YOHAME

KELAS VI B

DOSEN :Ns.Estefina.Makausi. S.Kep, M.MKes
MK: SISTEM.PERKEMIHAN


  
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON
2014




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia diciptakan dengan susunan organ-organ tubuh yang lengkap yang saling menyatu membentuk berbagai macam sistem, yang diantaranya yaitu sistem perkemihan. Seperti halnya semua benda yang ada didunia ini tak terlepas dari gangguan, begitu juga dengan sistem perkemihan kita. Kemungkinan untuk terjadi gangguan pada sistem pernafasan setiap manusia pasti selalu ada dan bermacam-macam jenis gangguannya serta pengobatannya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba membahas sedikit ulasan mengenai obat-obatan yang bekerja pada sistem perkemihan manusia dari beberapa sumber yang kami dapatkan untuk memperluas pengetahuan kita mengenai materi farmakologi yang pasti nantinya akan sangat bermanfaat bagi kita sebagai seorang tenaga kesehatan.

B.     Rumusan Masalah
1.            Apakah yang di maksud dengan diuretik?
2.            Apa saja golongan obat-obatan pada diuretik?
3.            Bagaimana cara kerja obat tersebut?
4.            Adakah efek samping penggunaan obat-obatan tersebut?
5.            Apa saja jenis – jenis cairan?

C.    Tujuan Penulisan
1.            Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan
2.            Untuk menambah wawasan tentang obat-obatan pada Sistem Perkemihan
3.            Untuk berbagi pengetahuan dengan para pembaca pada umumnya, dan teman sejawat pada khususnya

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  PENGERTIAN
A.      Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
2.2  GOLONGAN – GOLONGAN
Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1.      Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).
2.      Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)
3.      Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
4.      Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
5.      Osmotik (manitol, urea)

1.Inhibitor karbonik anhidrase
   Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi
CO2 + H2O               H2CO3.
Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma.
Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus, bukan sebagai diuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus proksimal (nefron) dengan mencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat), natrium, kalium, dan air semua zat ini meningkatkan produksi urine.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

a.      Asetazolamid
Farmakodinamika
Efek farmakodinamika yang utama dari asetazolamid adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan pearubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada.
Asetazolamid memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini hanya nyata pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.

Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
Efek Samping dan kontraindikasi
Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya sekskresi sitrat, kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid dikontraindikasikan pada sirosis hepatis karena menyebabkan disorientasi mental pada penderita sirosis hepatis.
Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam, reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi sulfonamid.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan karena pada hewan percobaan obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
Indikasi
Penggunaan utama adalah menurunkan tekanan intraokuler pada penyakit glaukoma. Asetazolamid juga efektif untuk mengurangi gejala acute mountain sickness.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat asam lemah.
Sediaan dan posologi
Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk pemberian oral.

2. Loop Diuretik
Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid.
Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid.
Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.
Mekanisme kerja :
Secara umum dapat dikatakan bahwa diureti kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid.
Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars ascenden ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun
Farmakokinetik
Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda.
Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper 100%. Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal.
Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.

Efek samping
Efek samping asam etakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas :
1. Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi
2. Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi.

Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat daripada furosemid.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap. Ketulian sementara dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi eletrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.
Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan bersihan litium.
Indikasi
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena ganguan saluran cerna yang lebih ringan. Diuretik kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung, hati atau ginjal.
Sediaan
Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Sediaan IV berupa Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1 mg/kgBB.
Furosemid. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat suntikan. Umunya pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis anak 2mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Bumetanid. Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-2mg sehari. Dosis maksimal per hari 10 mg. Obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang 2-3 jam maksimum 10mg/kg.
 3.Tiazid
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal yang sebanding.
Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid, seperti bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air, natrium, dan klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung ringan, edema, dan pada diabetes insipidus nefrogenik.
Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
Farmakodinamika
Efek farmakodinamika tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.

Mekanisme kerja :
bekerja pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+ dengan menghambat kotransporter Na+/Cl- pada membran lumen.

Farmakokinetik :
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah 1 jam. Didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri. Dengan proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan.
Efek samping
1.    Reaksi alergi  berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas dan kelainan darah.
2.    Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita diabetes yang laten.Ada 3 faktor yang menyebabkan antara lain : berkurangnya sekresi insulin terhadap peninggian kadar glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis dan berkurangnya glikogenesis.
3.    Menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma dengan mekanisme yang tidak diketahui.
1.    Gejala infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung megurangi aliran darah ginjal.
Indikasi
1.    Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
2.    Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
3.    Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.
Sediaan
Sediaan dan dosis golongan tiazid dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
SEDIAN DAN DOSIS TIAZID DAN SENYAWA SEJENIS
Obat
Sediaan
Dosis (mg/hari)
Lama kerja (jam)
Klorotiazid
Hidroklortiazid
Hidroflumetiazid
Bendroflumetiazid
Politiazid
Benztiazid
Siklotiazid
Metiklotiazid
Klortalidon
Kuinetazon
Indapamid
Tablet 250 dan 500 mg
Tablet 25 dan 50 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2.5, 5 dan 10 mg
Tablet 1, 2 dan 4 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2 mg
Tablet 2.5 dan 5 mg
Tablet 25, 50 dan 100mg
Tablet 50 mg
Tablet 2.5 mg
500-2000
25-100
25-200
5-20
1-4
50-200
1-2
2.5-10
25-100
50-200
2.5-5
6-12
6-12
6-12
6-12
24-48
6-12
18-24
24
24-72
18-24
24-36

4. Hemat kalium
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan kalium dalam urine.
Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid.
Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar ekskresi kalium.
Yang merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton dan bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron.
Bekerja di tubulus renalis rektus untuk menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan reversibel diantranya  ginekomastia, dan  gejala saluran cerna
Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan eksresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan.
Triamteren menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal.
Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga lebih mudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti.
Absorpsi triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triameteren per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berkahir sesudah 24 jam.

Efek samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia. Triamteren juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki, dan pusing.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan sakit kepala.
Indikasi
Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Sediaan
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.
Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg.
Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
 5.Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal.  
Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.
Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
1.      Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2.      Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3.      Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4.      Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
·  Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
· Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
·   Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Manitol  
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus diberikan secara IV.



Indikasi
Manitol digunakan misalnya untuk :
1.      Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus berat
2.      Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal
Efek samping.
Manitol dapat menimbulkan reaksi hipersensitif.
Sediaan dan dosis
Untuk sediaan IV digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-1.000ml. dosis untuk menimbulkan diuresis ialah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam.
Untuk penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama 3-5 menit.bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam.
Untuk mencegah gagal ginjal akut pada tindakan operasi atau mengatasi oliguria, dosis total manitol untuk orang dewasa ialah 50-100g.
Kontraindikasi
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti paru.
2.1  JENIS-JENIS CAIRAN INFUS
1.      ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
         Na 130 mEq
         K 4 mEq
         Cl 109 mEq
         Ca 3 mEq
         Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
1.    Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
2.    Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
3.    Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
4.    Mempunyai efek vasodilator
5.    Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

2.      KA-EN 1B
Indikasi:
1.       Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2.       < 24 jam pasca operasi
3.       Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4.       Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam

3.      KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
1.    Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2.    Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3.    Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4.    Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B

4.      KA-EN MG3
Indikasi :
1.      Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2.      Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3.      Mensuplai kalium 20 mEq/L
4.      Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

5.      KA-EN 4A
Indikasi :
1.        Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
2.        Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
3.        Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
         Na 30 mEq/L
         K 0 mEq/L
         Cl 20 mEq/L
         Laktat 10 mEq/L
         Glukosa 40 gr/L
6.      KA-EN 4B
Indikasi:
1.        Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
2.        Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
3.        Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
·         Na 30 mEq/L
·         K 8 mEq/L
·         Cl 28 mEq/L
·         Laktat 10 mEq/L
·         Glukosa 37,5 gr/L

7.        Otsu-NS
Indikasi:
1.        Untuk resusitasi
2.        Kehilangan Na > Cl, misal diare
3.        Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)

8.    Otsu-RL
Indikasi:
1.        Resusitasi
2.        Suplai ion bikarbonat
3.        Asidosis metabolik

9.      MARTOS-10
Indikasi:
1.        Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
2.        Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
3.        Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
4.        Mengandung 400 kcal/L

10.    AMIPAREN
Indikasi:
1.    Stres metabolik berat
2.    Luka bakar
3.    Infeksi berat
4.    Kwasiokor
5.    Pasca operasi
6.    Total Parenteral Nutrition
7.    Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit



11.    AMINOVEL-600
Indikasi:
1.        Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
2.        Penderita GI yang dipuasakan
3.        Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
4.        Stres metabolik sedang
5.        Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

12.    PAN-AMIN G
Indikasi:
1.        Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
2.        Nitrisi dini pasca operasi
3.        Tifoid






BAB III
PENUTUP
1.1    KESIMPULAN
Obat Diuretik dan jenis – jenis cairan bekerja dalam ginjal dengan kemampuan masing – masing dan memiliki fungsi serta kegunaannya untuk penyakit ginjal maupun penyakit lainnya yang berhubungan dengan ginjal. Sebagian obat diuretik tidak diperbolekan di komsumsi oleh ibu hamil karena dapat mengganggu perkembangan janin.
1.2    SARAN
Perawat sebaiknya memperhatikan obat yang akan diberikan kepada pasien berdasarkan asuhan keperawatannya serta berkolaborasi dengan petugas kesehatan lainnya guna kesembuhan pasien. Dan kit sebagai mahasiswa keperawatan lebih meningkatkan pengetahuan tentag sistem perkemihan guna pengembangan ilmu keperawatan ke depan.




DAFTAR PUSTAKA
·         Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC
·         Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI
·         Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta, EGC
·         Goodman & gillman’s, the pharma cological basis of theraupetics, 8th ed. Mac Millan Publishing company, 1990.
·         Basic & clinical pharmacology. Betram G. Katzung. 5th edition, 1993
Anoniem, 1972, farmakope indonesia, edisi II, Dep. Kes. Rep. Indonesia
, Jakarta.
·         Diakses pada hari rabu 4 Juni 2014 di http://ariebencolenk.blogspot.com/2011/12/penggolongan-obat-yang-termasuk.html
·         Diakses pada hari rabu 4 Juni 2014 di http://www.carantrik.com/2010/04/obat-ginjal-diuretik.html