Tuesday, 25 March 2014

ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) / MATERNAL MORTALITY RATE (MMR)

ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)

Sebab-Sebab Kematian Ibu Melahirkan


Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi, pada tahun 2012 mencapai 228 kasus per 100.000 kelahiran hidup, yang mana masih dibawah pencapaian target tahun 2014 yaitu 118 kasus per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2013 diperoleh tanggal 9 Mei 2013). Di provinsi Jawa Tengah selama tahun 2012 berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah angka kematian ibu mencapai 675 kasus dan cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Anonim, 2013).
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas faktor- factor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi. Penyebab komplikasi obstetrik langsung telah banyakdiketahui dan dapat ditangani, meskipun pencegahannya terbukti sulit.
Berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%) (Depkes RI, 2009). Adapun usaha pemerintah dalam menurunkan AKI, yaitu dengan memantau dan mengevaluasi program asuhan kehamilan. Hal ini dapat dipantau dari indikator cakupan layanan antenatal (Prawirohardjo, 2007).
Cakupan layanan antenatal dipantaumelalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil K1 sampai kunjungan K4 dan pelayanan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4). Di jawa tengah sendiri cakupan ibu hamil (K4) mengalami fluktuasi dari tahun 2007 sebesar 87,05% meningkat menjadi 90,14% di tahun 2008, dan 93,39% pada tahun 2009 tetapi terjadi sedikit penurunan di tahun 2010 yaitu 92,04%, yang mana masih dibawah target pencapaian tahun 2015 yaitu 95%. Meskipun demikian, cakupan kunjungan antenatal di provinsi Jawa Tengah tahun 2010 lebih tinggi bila dibandingkan dengan cakupan nasional yaitu 84% (Dinkesjateng, 2010). Data diatas menggambarkan bahwa kepatuhan ANC yang rendah. Sehingga dapat menyebabkan tidak diketahuinya berbagai komplikasi ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan.
Pada awalnya, kehamilan yang diperkirakan normal dapat berkembang menjadi kehamilan pathologi. Jadi ibu hamil harus rutin untuk  memeriksakan kehamilannya agar dapat deteksi dini jika ada komplikasi kehamilan. Selain itu ibu hamil juga harus mengetahui tentang tanda bahaya kehamilan. Apabila ibu ibu akan selalu waspada dan berhati-hati dengan cara selalu rutin memeriksakan kehamilannya (Saifuddin, 2008: 28; Prawiroharjo, 2007). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 21 april 2013 di BPS Ernawati Klego Boyolali dengan  melakukan wawancara kepada 10 ibu hamil didapatkan ibu hamil yang mengetahui tentang tanda bahaya kehamilan sebanyak 4 orang (40%), sedangkan berdasarkan catatan buku kehamilan sebanyak 6 orang (60%). Disamping itu peneliti juga menemukan satu ibu hamil yang tangan dan mukanya bengkak, tapi ibu tersebut tidak mau memeriksakan kehamilannya ke BPS setempat, dikarenakan ibu tersebut beranggapan bahwa bengkak pada muka dan tangan adalah suatu hal yang biasa terjadi pada  ibu hamil.
Grafik ini menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan, berdasarkan data tersebut tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre-eklamsia dan infeksi.

Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang meru-pakan faktor kematian utama ibu.

Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan paska persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. Persentase ter-tinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24%), ke-jang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol saat persalinan.

Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali nor-mal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hi-pertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. Sedangkan persentase ter-tinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).
Ahmad Syafi q peneliti dan pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia berpendapat lain. Penyebab utama terjadinya kematian ibu dan anak di Indonesia karena kekurangan gizi. Pada ibu, kekurangan gizi yang berhubung-an dengan kematiannya adalah kurang energi kronik (KEK) dan ane-mia, kekurangan zat gizi besi. Sedangkan pada anak kekurangan gizi penyebab kematiannya terutama kurang energi dan protein (KEP). “Juga kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A dan mineral yang berhubungan dengan sistem imun seperti mineral metalik seperti zinc dan zat besi,” kata Ahmad Syafi q.
Menurutnya pemerintah sudah meluncurkan beberapa pro-gram untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak. Misalnya program gizi rutin melalui program suplemen-tasi zat besi bagi ibu hamil, suplementasi vitamin A, iodium, penimbangan berat badan, suplementasi makanan tambahan melalui pos pelayanan terpadu (Posyandu), program pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah (PMT-AS), program Desa Siaga, Program Keluarga Harapan, Gerakan Keluarga Sadar Gizi, dan Program Seribu Hari Pertama Kehidupan. Namun, menu-rutnya organsiasi non-pemerintah belum banyak yang tertarik mengatasi masalah gizi, beberapa mulai mencoba dengan mel-akukan analisis situasi masalah gizi dan mencoba beberapa pen-dekatan misalnya Plan Indonesia dan juga beberapa LSM lain yang menggunakan pendekatan positive deviance.

Menurut Ahmad Syafi q, beberapa program dan kebijakan su-dah dilaksanakan pemerintah, namun menurutnya ada persoalan mendasar mengapa kematian dan kesehatan ibu dan anak belum juga dapat diatasi secara tuntas, yakni kesungguhan pemerintah belum optimal. “Kebijakan pemerintah selalu merupakan kebi-jakan dan program bersifat top-down, parsial, non-partisipatif, dan short-cut,” katanya.

No comments:

Post a Comment