FARMAKOLOGI
SISTEM.PERKEMIHAN
O
L
E
H
BAWENDU
SURIANTI.YULIANA
HERDI
YOHANIS KOMALING
MOTIS
YOHAME
KELAS
VI B
DOSEN
:Ns.Estefina.Makausi. S.Kep, M.MKes
MK: SISTEM.PERKEMIHAN
FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan
dengan susunan organ-organ tubuh yang lengkap yang saling menyatu membentuk
berbagai macam sistem, yang diantaranya yaitu sistem perkemihan. Seperti halnya
semua benda yang ada didunia ini tak terlepas dari gangguan, begitu juga dengan
sistem perkemihan kita. Kemungkinan untuk terjadi gangguan pada sistem
pernafasan setiap manusia pasti selalu ada dan bermacam-macam jenis gangguannya
serta pengobatannya.
Oleh karena itu,
dalam makalah ini kami akan mencoba membahas sedikit ulasan mengenai
obat-obatan yang bekerja pada sistem perkemihan manusia dari beberapa sumber
yang kami dapatkan untuk memperluas pengetahuan kita mengenai materi
farmakologi yang pasti nantinya akan sangat bermanfaat bagi kita sebagai
seorang tenaga kesehatan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang di maksud dengan diuretik?
2.
Apa saja golongan obat-obatan pada diuretik?
3.
Bagaimana cara kerja obat tersebut?
4.
Adakah efek samping penggunaan obat-obatan tersebut?
5.
Apa saja jenis – jenis cairan?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan
2.
Untuk menambah wawasan tentang obat-obatan pada Sistem
Perkemihan
3.
Untuk berbagi pengetahuan dengan para pembaca pada umumnya,
dan teman sejawat pada khususnya
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
A.
Diuretik
Diuretik
adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam
air.
Fungsi
utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi
normal.
Proses
diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler)
yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang
bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam
dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak
air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus
seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini
terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat
penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+.
Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi
tubuli.sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein
(ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu
saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan
air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai
urin.
2.2 GOLONGAN – GOLONGAN
Diuretik dapat dibagi
menjadi 5 golongan yaitu :
1.
Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).
2. Loop
diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)
3. Tiazid
(klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
4. Hemat
kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
5. Osmotik
(manitol, urea)
1.Inhibitor karbonik
anhidrase
Karbonik
anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi
Enzim ini terdapat antara lain dalam sel
korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi
tidak terdapat dalam plasma.
Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat
yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma dengan
membatasi produksi humor aqueus, bukan sebagai diuretik (misalnya,
asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus proksimal (nefron) dengan mencegah
reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat), natrium, kalium, dan air semua zat
ini meningkatkan produksi urine.
Yang termasuk golongan diuretik ini
adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.
a.
Asetazolamid
Farmakodinamika
Efek farmakodinamika yang utama dari
asetazolamid adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif.
Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan pearubahan terbatas pada organ tempat
enzim tersebut berada.
Asetazolamid memperbesar ekskresi K+,
tetapi efek ini hanya nyata pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya
terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.
Farmakokinetik
Asetazolamid
diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar
maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah
sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan
sebagian direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik
anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung enzim ini,
terutama sel eritrosit dan korteks ginjal. Distribusi penghambat karbonik
anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim karbonik anhidrase
dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel.
Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
Efek
Samping dan kontraindikasi
Pada dosis tinggi dapat timbul
parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan
batu ginjal karena berkurangnya sekskresi sitrat, kadar kalsium dalam urin
tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid dikontraindikasikan pada
sirosis hepatis karena menyebabkan disorientasi mental pada penderita sirosis
hepatis.
Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa
demam, reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi
sulfonamid.
Asetazolamid
sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan karena pada hewan percobaan obat ini
dapat menimbulkan efek teratogenik.
Indikasi
Penggunaan utama adalah menurunkan
tekanan intraokuler pada penyakit glaukoma. Asetazolamid juga efektif untuk
mengurangi gejala acute mountain sickness.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai
diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah
ekskresi zat organik yang bersifat asam lemah.
Sediaan
dan posologi
Asetazolamid
tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk pemberian oral.
2. Loop
Diuretik
Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan
bumetanid.
Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral maupun
parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam
4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid.
Diuretik loop
bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium pada segmen
tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi pembawa klorida. Obat
ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan digunakan untuk
pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal.
Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.
Mekanisme kerja :
Secara umum
dapat dikatakan bahwa diureti kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang
lebih pendek dari tiazid.
Diuretik kuat
terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal
dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars
ascenden ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun
Farmakokinetik
Ketiga obat
mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda.
Bioavaibilitas
furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper 100%. Diuretic kuat terikat pada
protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi
cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic di tubuli
proksimal.
Kira-kira 2/3
dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalam
bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan
N-asetil sistein. Sebagian
lagi diekskresi melalui hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara
yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50%
bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.
Efek samping
Efek
samping asam etakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas :
1. Reaksi toksik berupa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi
2. Efek samping yang tidak
berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi.
Gangguan
saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat daripada furosemid.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak
diperlukan.
Asam etakrinat
dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap. Ketulian sementara dapat
terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin
sekali disebabkan oleh perubahan komposisi eletrolit cairan endolimfe.
Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.
Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat
menurunkan bersihan litium.
Indikasi
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat,
karena ganguan saluran cerna yang lebih ringan. Diuretik kuat merupakan obat
efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung, hati atau ginjal.
Sediaan
Asam
etakrinat. Tablet 25
dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Sediaan IV berupa
Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1 mg/kgBB.
Furosemid. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg
dan preparat suntikan. Umunya pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis
anak 2mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Bumetanid. Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-2mg sehari.
Dosis maksimal per hari 10 mg. Obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk
injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang 2-3
jam maksimum 10mg/kg.
3.Tiazid
Senyawa tiazid
menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal yang
sebanding.
Merupakan Obat
diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid, seperti bendroflumetiazid,
bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini menurunkan
reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air, natrium, dan
klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini digunakan
dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung ringan, edema, dan pada diabetes
insipidus nefrogenik.
Obat-obat
diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid,
hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid,
metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
Farmakodinamika
Efek
farmakodinamika tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida
dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh
penghambatan reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita
hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya,
tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi
vasodilatasi.
Mekanisme kerja :
bekerja pada
tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+ dengan menghambat kotransporter
Na+/Cl- pada membran lumen.
Farmakokinetik :
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali.
Umumnya efek obat tampak setelah 1 jam. Didistribusikan ke seluruh ruang
ekstrasel dan dapat melewati sawar uri. Dengan proses aktif, tiazid diekskresi
oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Biasanya dalam 3-6 jam sudah
diekskresi dari badan.
Efek samping
1.
Reaksi
alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai
fotosensitivitas dan kelainan darah.
2.
Pada
penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita diabetes
yang laten.Ada 3 faktor yang menyebabkan antara lain : berkurangnya sekresi
insulin terhadap peninggian kadar glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis
dan berkurangnya glikogenesis.
3.
Menyebabkan
peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma dengan mekanisme yang tidak
diketahui.
1.
Gejala
infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung
megurangi aliran darah ginjal.
Indikasi
1.
Tiazid
merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringan
sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada
penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah timbulnya
hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
2.
Merupakan
salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal
atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
3.
Pengobatan
diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada
penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.
Sediaan
Sediaan dan dosis golongan
tiazid dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
SEDIAN DAN DOSIS TIAZID
DAN SENYAWA SEJENIS
Obat
|
Sediaan
|
Dosis (mg/hari)
|
Lama kerja (jam)
|
Klorotiazid
Hidroklortiazid
Hidroflumetiazid
Bendroflumetiazid
Politiazid
Benztiazid
Siklotiazid
Metiklotiazid
Klortalidon
Kuinetazon
Indapamid
|
Tablet 250 dan 500 mg
Tablet 25 dan 50 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2.5, 5 dan 10 mg
Tablet 1, 2 dan 4 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2 mg
Tablet 2.5 dan 5 mg
Tablet 25, 50 dan 100mg
Tablet 50 mg
Tablet 2.5 mg
|
500-2000
25-100
25-200
5-20
1-4
50-200
1-2
2.5-10
25-100
50-200
2.5-5
|
6-12
6-12
6-12
6-12
24-48
6-12
18-24
24
24-72
18-24
24-36
|
4. Hemat
kalium
Diuretik
yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan kalium dalam
urine.
Yang
termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid.
Antagonis
Aldosteron
Aldosteron
adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron
ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar
ekskresi kalium.
Yang merupakan antagonis aldosteron adalah
spironolakton dan bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron
sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta
natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik
yang mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus
pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan
memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan
bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk
pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif
terhadap aldosteron.
Bekerja di tubulus renalis rektus untuk menghambat
reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna,
mengalami sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Metabolit
utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami interkonversi enzimatik menjadi
kakreonat yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah
hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan
asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik ini dapat pula terjadi bila
dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan reversibel
diantranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna
Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk
pengobatan hipertensi dan udem yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi ekskresi kalium,
disamping memperbesar diuresis.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100
mg. Dosis dewasa berkisar antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari
rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Terdapat pula sediaan
kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid 25mg, serta
antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
Triamteren dan
Amilorid
Kedua obat ini
terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan eksresi kalium
berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan.
Triamteren
menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel
tubuli distal.
Dibandingkan
dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga lebih
mudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti.
Absorpsi
triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral.
Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triameteren
per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan
berkahir sesudah 24 jam.
Efek samping
Efek toksik
yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia. Triamteren juga
dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki, dan
pusing.
Efek samping
amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan
sakit kepala.
Indikasi
Bermanfaat
untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan bermanfaat bila
diberikan bersama dengan diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Sediaan
Triamteren
tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari. Untuk tiap
penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.
Amilorid
terdapat dalam bentuk tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg.
Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan
hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara
1-2 tablet.
5.Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang
mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal.
Contoh dari
diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.
Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4
syarat :
1.
Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2.
Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli
ginjal
3.
Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4.
Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan
metabolik.
Diuresis osmotik merupakan zat
yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu gula). Diuresis osmotik
diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau peningkatan
tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah overdosis
obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang
difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut
terjadi Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
·
Tubuli proksimal
Diuretik
osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
·
Ansa enle
Diuretik
osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
· Duktus
Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes
dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya
papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor
lain.
Manitol
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena
manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali
direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus
diberikan secara IV.
Indikasi
Manitol digunakan misalnya untuk :
1.
Profilaksis
gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka
traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita
ikterus berat
2.
Menurunkan
tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal
Efek samping.
Manitol dapat
menimbulkan reaksi hipersensitif.
Sediaan dan dosis
Untuk sediaan
IV digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-1.000ml. dosis untuk
menimbulkan diuresis ialah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus selama 24
jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak
30-50ml per jam.
Untuk
penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB
yang diberikan melalui infus selama 3-5 menit.bila dengan 1-2 kali dosis
percobaan diuresis masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam.
Untuk mencegah gagal ginjal akut pada tindakan operasi
atau mengatasi oliguria, dosis total manitol untuk orang dewasa ialah 50-100g.
Kontraindikasi
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan
anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan
intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera
dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif,
payah jantung atau kongesti paru.
2.1 JENIS-JENIS CAIRAN INFUS
1.
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan
asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka
bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap
liter asering mengandung:
•
Na 130 mEq
•
K 4 mEq
•
Cl 109 mEq
•
Ca 3 mEq
•
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
1. Asetat
dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami
gangguan hati
2. Pada
pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonatus
3. Pada
kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi
dengan isofluran
4. Mempunyai
efek vasodilator
5. Pada
kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat
meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk
edema serebral
2.
KA-EN
1B
Indikasi:
1. Sebagai
larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus
emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2. <
24 jam pasca operasi
3. Dosis
lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500
ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi
prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
3.
KA-EN
3A & KA-EN 3B
Indikasi:
1. Larutan
rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan
oral terbatas
2. Rumatan
untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai
kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4. Mensuplai
kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
4. KA-EN MG3
Indikasi :
1. Larutan
rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan
oral terbatas
2. Rumatan
untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai
kalium 20 mEq/L
4. Rumatan
untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
5. KA-EN 4A
Indikasi :
1.
Merupakan larutan infus rumatan untuk
bayi dan anak
2.
Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat
diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
3.
Tepat digunakan untuk dehidrasi
hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
•
Na 30 mEq/L
•
K 0 mEq/L
•
Cl 20 mEq/L
•
Laktat 10 mEq/L
•
Glukosa 40 gr/L
6.
KA-EN
4B
Indikasi:
1.
Merupakan larutan infus rumatan untuk
bayi dan anak usia kurang 3 tahun
2.
Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien
sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
3.
Tepat digunakan untuk dehidrasi
hipertonik
Komposisi:
·
Na 30 mEq/L
·
K 8 mEq/L
·
Cl 28 mEq/L
·
Laktat 10 mEq/L
·
Glukosa 37,5 gr/L
7.
Otsu-NS
Indikasi:
1.
Untuk resusitasi
2.
Kehilangan Na > Cl, misal diare
3.
Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan
natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
8.
Otsu-RL
Indikasi:
1.
Resusitasi
2.
Suplai ion bikarbonat
3.
Asidosis metabolik
9.
MARTOS-10
Indikasi:
1.
Suplai air dan karbohidrat secara
parenteral pada penderita diabetik
2.
Keadaan kritis lain yang membutuhkan
nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi
protein
3.
Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
4.
Mengandung 400 kcal/L
10.
AMIPAREN
Indikasi:
1. Stres metabolik berat
2. Luka bakar
3. Infeksi berat
4. Kwasiokor
5. Pasca operasi
6. Total Parenteral Nutrition
7. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
11.
AMINOVEL-600
Indikasi:
1.
Nutrisi tambahan pada gangguan saluran
GI
2.
Penderita GI yang dipuasakan
3.
Kebutuhan metabolik yang meningkat
(misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
4.
Stres metabolik sedang
5.
Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam
(20-30 tpm)
12.
PAN-AMIN
G
Indikasi:
1.
Suplai asam amino pada hiponatremia dan
stres metabolik ringan
2.
Nitrisi dini pasca operasi
3.
Tifoid
BAB III
PENUTUP
1.1
KESIMPULAN
Obat Diuretik dan jenis – jenis
cairan bekerja dalam ginjal dengan kemampuan masing – masing dan memiliki
fungsi serta kegunaannya untuk penyakit ginjal maupun penyakit lainnya yang
berhubungan dengan ginjal. Sebagian obat diuretik tidak diperbolekan di
komsumsi oleh ibu hamil karena dapat mengganggu perkembangan janin.
1.2
SARAN
Perawat sebaiknya memperhatikan obat yang akan
diberikan kepada pasien berdasarkan asuhan keperawatannya serta berkolaborasi
dengan petugas kesehatan lainnya guna kesembuhan pasien. Dan kit sebagai
mahasiswa keperawatan lebih meningkatkan pengetahuan tentag sistem perkemihan
guna pengembangan ilmu keperawatan ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat,
Jakarta, EGC
·
Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta,
FKUI
·
Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan, Jakarta, EGC
·
Goodman & gillman’s, the pharma cological
basis of theraupetics, 8th ed. Mac Millan Publishing company, 1990.
·
Basic & clinical pharmacology. Betram G.
Katzung. 5th edition, 1993
Anoniem, 1972, farmakope indonesia, edisi II, Dep. Kes. Rep. Indonesia, Jakarta.
Anoniem, 1972, farmakope indonesia, edisi II, Dep. Kes. Rep. Indonesia, Jakarta.
·
Diakses pada hari rabu 4 Juni 2014 di http://ariebencolenk.blogspot.com/2011/12/penggolongan-obat-yang-termasuk.html
·
Diakses pada hari rabu 4 Juni 2014 di http://www.carantrik.com/2010/04/obat-ginjal-diuretik.html